Model ini membahas tentang masalah dalam mengirim pesan
berdasarkan tingkat kecermatannya. Model ini mengandaikan sebuah sumber daya
informasi (source information) yang menciptakan sebuah pesan (message) dan
mengirimnya dengan suatu saluran (channel)kepada penerima (receiver) yang
kemudian membuat ulang (recreate)pesan tersebut. Dengan kata lain, model ini
mengasumsikan bahwa sumberdaya informasi menciptakan pesan dari seperangkat
pesan yang tersedia. Pemancar (transmitter) mengubah pesan menjadi sinyal yang
sesuai dengan saluran yang dipakai. Saluran adalah media yang mengirim tanda
dari pemancar kepada penerima. Di dalam percakapan, sumber informasi adalah
otak, pemancar adalah suara yang menciptakan tanda yang dipancarkan oleh udara.
Penerima adalah mekanisme pendengaran yang kemudian merekonstruksi pesan dari
tanda itu. Tujuannya adalah otak si penerima. Dan konsep penting dalam model
ini adalah gangguan.
Mengenal Teori Shannon-Weaver
Sebagai peneliti untuk perusahaan telekomunikasi, Shannon
tentu saja tertarik terhadap efisiensi mengirim infomasi melalui saluran
telegram dan telepon yang waktu itu belum berkembang seperti saat ini. Untuk
itu, Shannon perlu memandang informasi sebagai simbol-simbol yang dipertukarkan
dalam komunikasi antar manusia. Secara khusus, dia harus menjelaskan bagaimana
alat dan saluran komunikasi mengirim simbol-simbol itu dari satu titik di suatu
tempat ke titik lain di tempat lainnya. Ini dikenal sebagai transmisi
informasi.
Bagi laboratorium Bell tempat Shannon bekerja, kapasitas,
efisisiensi, dan efektivitas transmisi ini menjadi amat penting untuk
pengembangan jaringan telepon. Shannon lalu menggunakan pendekatan matematik
yang memudahkan manusia mereduksi gejala rumit agar mudah dipahami, dan
kemudian menghitung atau mengukur gejala tersebut untuk mencapai efisiensi
teknologi.
Setahun setelah Shannon mengajukan pemikiran matematisnya di
jurnal perusahaan Bell, teori ini dikembangkan lebih jauh bersama seorang
rekannya, Warren Weaver, untuk menjadi buku. Di dalam buku inilah mereka
menegaskan bahwa untuk memahami informasi, kita perlu berasumsi bahwa semua
tujuan komunikasi adalah mengatasi ketidakpastian (uncertainty). Teori yang
dikembangkan Shannon dan Weaver menyederhanakan persoalan komunikasi ini dengan
memakai pemikiran-pemikiran probabilitas (kemungkinan).
Jika kita melakukan undian dengan melempar sebuah uang
logam, hasil undian itu dianggap bernilai satu bit informasi karena mengandung
dua kemungkinan dan setiap kemungkinan mengandung nilai 0,5 alias sama besar
dari segi kesempatan undian. Dari pemikiran dasar yang sederhana ini, Shannon
dan Weaver menyatakan bahwa semua sumber informasi bersifat stochastic alias
probabilistik (bersifat kemungkinan). Jika kemungkinan tersebut bersifat tidak
mudah diduga, maka derajat ketidakmudahan ini disebut sebagai entropy.
Melalui pernyataan-pernyataan matematis, Shannon (dan lalu
juga Weaver) menunjukkan hubungan antara elemen sistem teknologi komunikasi,
yaitu sumber, saluran, dan sasaran. Setiap sumber dalam gambaran Shannon
memiliki tenaga atau daya untuk menghasilkan sinyal. Dengan kata lain, pesan
apa pun yang ingin disampaikan melalui komunikasi, perlu diubah menjadi sinyal,
dalam sebuah proses kerja yang disebut encoding atau pengkodean. Sinyal yang
sudah berupa kode ini kemudian dipancarkan melalui saluran yang memiliki
kapasistas tertentu. Saluran ini dianggap selalu mengalami gangguan (noise)
yang mempengaruhi kualitas sinyal. Memakai hitung-hitungan probabilitas, teori
informasi mengembangkan cara menghitung kapasitas saluran dan kemungkinan
pengurangan kualitas sinyal. Sesampainya di sasaran, sinyal ini mengalami
proses pengubahan dari kode menjadi pesan, atau disebut juga sebagai proses
decoding.
Teori informasi Shannon juga menganggap bahwa informasi
dapat dihitung jumlahnya, dan bahwa informasi bersumber atau bermula dari suatu
kejadian. Jumlah informasi yang dapat dikaitkan, atau dihasilkan oleh, sebuah
keadaan atau kejadian merupakan tingkat pengurangan (reduksi) ketidakpastian,
atau pilihan kemungkinan, yang dapat muncul dari keadaan atau kejadian
tersebut. Dengan kata yang lebih sederhana, teori ini berasumsi bahwa kita
memperoleh informasi jika kita memperoleh kepastian tentang suatu kejadian atau
suatu hal tertentu.
Keunggulan teori Shannon-Weaver terletak pada kemampuannya
membuat persoalan komunikasi informasi menjadi persoalan kuantitas, sehingga
sangat cocok untuk mengembangkan teknologi informasi. Kritik terhadap teori
mereka datang dari kaum yang mencoba mengaitkan informasi dengan makna dan
kandungan nilai sosial-budaya di dalam informasi. Sampai sekarang, perdebatan
tentang apakah informasi adalah sesuatu yang kuantitatif atau kualitatif masih
terus berlangsung. Ada yang mencoba mengambil kebaikan dari kedua pihak dengan
mengatakan bahwa informasi adalah sesuatu yang berwujud dan sekaligus bersifat
abstrak.
Jasa Shannon-Weaver terletak pada kepioniran mereka
memperkenalkan diskusi dan aplikasi informasi ke dalam kehidupan manusia. Apa
yang sekarang kita alami dan nikmati, adalah hasil perkembangan dari pemikiran
mereka juga.
Mathematical Theory of Shannon & Weaver
Claude Shannon
Karya Shannon dan Weaver, Mathematical Theory of
Communication (1949), adalah salah satu pelopor teori komunikasi, dan juga
dianggap sebagai salah satu teori komunikasi yang tertua. Teori ini juga salah
satu contoh yang paling jelas dari Mahzab Proses, yaitu aliran yang melihat
komunikasi sebagai transmisi pesan.
Fokus utama teori ini adalah untuk menentukan cara di mana
saluran (channel) komunikasi dapat digunakan secara efisien. Bagi mereka,
saluran utamanya adalah kabel telepon dan gelombang radio. Mereka mencetuskan
teori yang memungkinkan mereka mendekati masalah bagaimana mengirim sejumlah
informasi yang maksimum melalui saluran yang ada, dan bagaimana mengukur
kapasitas dari suatu saluran yang ada untuk membawa informasi. Mereka
menggunakan asumsi bahwa komunikasi antar manusia (human communication) itu
ibarat hubungan melalui telepon dan gelombang radio.
Sumber (source) dipandang sebagai pembuat keputusan
(decision maker), yaitu sumber yang memutuskan pesan mana yang akan dikirim.
Pesan yang sudah diputuskan untuk dikirim kemudian diubah oleh transmiter
menjadi sebuah sinyal yang dikirim melalui saluran kepada penerima (receiver).
Diumpamakan telepon, salurannya adalah kabel, sinyalnya adalah arus listrik di
dalamnya, dan transmiter dan penerimanya adalah pesawat telepon.
Shannon dan Weaver mengidentifikasi tiga level masalah
(noise) dalam studi komunikasi. Ketiga hal tersebut adalah:
Level A (masalah teknis)
Bagaimana simbol-simbol komunikasi dapat ditransmisikan
secara akurat?
Level B (masalah semantik)
Bagaimana simbol-simbol yang ditransmisikan secara persis
menyampaikan makna yang diharapkan?
Level C (masalah keefektifan)
Bagaimana makna yang diterima secara efektif mempengaruhi
tingkah laku dengan cara yang diharapkan?
Warren Weaver
Ibarat sedang berkomunikasi lewat telepon, gangguan teknis
adalah tentang apakah telepon kita berfungsi baik atau tidak. Jika telepon yang
kita gunakan sinyalnya tidak jelas atau putus-putus, sehingga suara kita tidak
terdengar dengan jelas oleh lawan bicara kita, maka hal ini termasuk ke dalam
gangguan (noise) teknis.
Pada noise yang kedua, gangguan level semantik, adalah sejauh
mana kata-kata atau komunikasi yang kita lakukan melalui telepon tadi dapat
dipahami atau ditangkap sesuai apa yang kita maksudkan. Mungkin secara teknis,
suara kita sudah dapat didengar dengan cukup jelas oleh lawan bicara kita, tapi
belum tentu apa maksud dari pembicaraan atau dari kata-kata kita dipahami atau
ditangkap secara baik oleh lawan bicara kita itu.
Sedangkan pada level yang ketiga, gangguan masalah
keefektifan adalah persoalan tentang sejauh mana kata-kata atau komunikasi yang
kita lakukan terhadap lawan bicara kita mampu mempengaruhi tingkah laku orang
tersebut agar mau melakukan sesuatu sesuai dengan kehendak kita. Gangguan pada
level ini adalah persoalan behavioral. Pada level ini pula, komunikasi dilihat
oleh Shannon dan Weaver sebagai alat propaganda.
Jika ternyata komunikasi yang dilakukan tidak berhasil
mengubah perilaku lawan bicara kita agar mau mengikuti apa-apa yang dimaksudkan
oleh komunikator, maka komunikasi yang dilakukan dianggap mengalami gangguan
atau noise. Lebih dari itu komunikasi yang dilakukan dilihat juga sebagai
komunikasi yang tidak efektif, atau komunikasi yang gagal.
Dalam sudut pandang ini, teori Shannon dan Weaver
selanjutnya dianggap mamandang persoalan komunikasi sekedar sebagai
hitung-hitungan yang matematis. Lebih jauh lagi, komunikasi pada nantinya
dibuat sedemikian rupa agar mampu memanipulasikan pesan dan saluran guna
mencapai level keefektifan komunikasi yang optimal, yaitu mampu mengubah orang
lain mengikuti apa-apa yang diinginkan oleh seorang komunikator.
Makalah Dasar-dasar Komunikasi Kelompok 2
Dosen: Ibu Murti Kusuma Wirasty
No comments:
Post a Comment